Struktur Organisasi Apotek: Jabatan dan Pembagian Tugasnya

Struktur Organisasi Apotek: Jabatan dan Pembagian Tugasnya

Last Updated on September 17, 2025

Sebagian pemilik apotek terlalu fokus pada pengadaan obat, melayani resep, dan promosi penjualan. Semua itu penting, tentu saja. Tapi ada satu aspek yang sering luput diperhatikan padahal menjadi fondasi kelancaran operasional: struktur organisasi apotek.

Tanpa struktur yang jelas, siapa yang bertanggung jawab terhadap pengadaan? Siapa yang mengelola keuangan? Bagaimana kontrol kualitas dijalankan? Akibatnya, banyak apotek yang berjalan seperti kapal tanpa nakhoda—kadang lancar, kadang oleng tanpa tahu dari mana sumber masalahnya.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam bagaimana menyusun struktur organisasi apotek yang ideal, sesuai dengan regulasi yang berlaku, dan disesuaikan dengan skala usaha—baik untuk apotek kecil maupun menengah.

Apa Itu Struktur Organisasi Apotek?

Struktur organisasi apotek adalah pembagian peran dan tanggung jawab dalam lingkup kerja apotek yang diatur secara sistematis. Tujuannya agar setiap fungsi pelayanan kefarmasian dapat berjalan dengan optimal, tidak tumpang tindih, dan semua kegiatan bisa dipertanggungjawabkan.

Menurut Permenkes RI No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pengelolaan apotek harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang kompeten dan dibantu oleh struktur kerja yang mendukung kelancaran pelayanan, administrasi, serta pengendalian mutu.

Jadi, struktur ini bukan hanya formalitas, tapi wajib diterapkan sebagai bagian dari tata kelola apotek yang profesional.

Kenapa Struktur Organisasi Itu Penting?

Bayangkan jika dalam satu apotek, semua urusan dilakukan oleh satu orang. Dari menerima resep, memesan barang, mencatat keuangan, hingga menata etalase. Tanpa pembagian tugas, risiko kelelahan, kesalahan pelayanan, dan kebocoran manajemen jadi sangat tinggi.

Struktur organisasi membantu untuk:

  • Menetapkan siapa bertanggung jawab atas apa

  • Mempermudah proses evaluasi dan kontrol mutu

  • Menjamin pelayanan tetap berjalan meskipun staf berganti

  • Memenuhi aspek legal dan administratif dalam praktik kefarmasian

Dengan kata lain, struktur organisasi adalah bentuk “peta kerja” yang memastikan apotek bisa berjalan stabil dalam jangka panjang.

Contoh Struktur Organisasi Apotek Lengkap

Struktur ini cocok untuk apotek skala menengah hingga besar dengan jumlah SDM yang cukup. PSA sebagai pemilik berkoordinasi dengan APA yang memimpin teknis operasional. APA dibantu oleh apoteker pendamping, lalu membawahi TTK, kasir, administrasi, dan petugas lainnya seperti gudang atau delivery. Pembagian ini memungkinkan distribusi kerja yang efisien dan kontrol operasional lebih optimal.

Contoh Struktur Organisasi Apotek Sederhana

Struktur ini ideal untuk apotek skala kecil dengan tim terbatas. PSA sebagai pemilik menunjuk satu APA sebagai penanggung jawab operasional. Di bawah APA terdapat TTK, kasir, dan staf administrasi. Beberapa peran bisa dirangkap sesuai kebutuhan, namun tetap harus mematuhi batasan profesi dan regulasi kefarmasian.

Jabatan dan Pembagian Tugas di organisasi apotek

Berdasarkan Permenkes No. 9 Tahun 2017, operasional apotek minimal dijalankan oleh Apoteker pemegang SIA (Surat Izin Apotek). Dalam pelaksanaannya, apoteker ini dapat dibantu oleh Apoteker pendamping, Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), serta staf administrasi. Masing-masing posisi memiliki peran penting dalam kelancaran dan ketertiban pelayanan.

1. Pemilik Sarana Apotek (PSA)

Pemilik sarana apotek bisa berupa individu atau badan hukum. Tanggung jawabnya lebih kepada aspek legal, keuangan, dan pengembangan bisnis. PSA tidak harus seorang apoteker, tetapi ia wajib menunjuk Apoteker Penanggung Jawab (APA) sebagai pelaksana teknis.

Catatan: PSA tidak boleh mencampuri praktik kefarmasian tanpa kewenangan profesional.

2. Apoteker Penanggung Jawab (APA)

Inilah posisi kunci dalam struktur apotek. Apoteker Penanggung Jawab bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian, mulai dari pengelolaan sediaan farmasi, pemantauan mutu, hingga pelaporan dan pengawasan staf.

Berdasarkan Pasal 12 Permenkes 73/2016, setiap apotek wajib memiliki satu APA yang bekerja penuh waktu dan tidak boleh merangkap di apotek lain.

3. Apoteker Pendamping

Jika beban pelayanan cukup besar atau jam operasional panjang, maka APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping. Tugasnya adalah membantu APA dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, terutama saat APA sedang tidak hadir di tempat.

Namun, perlu dicatat bahwa apoteker pendamping tetap bekerja di bawah pengawasan APA, dan tidak boleh menggantikan peran APA secara penuh tanpa pelimpahan resmi.

4. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)

TTK membantu APA dalam kegiatan teknis, seperti meracik, mengemas, menyusun stok, dan mendistribusikan obat. Namun, mereka tidak diperkenankan melakukan tugas konseling atau menyerahkan obat resep tanpa pengawasan apoteker.

TTK harus memiliki STRTTK (Surat Tanda Registrasi TTK) yang aktif, sesuai dengan ketentuan dari Peraturan Konsil Tenaga Teknis Kefarmasian No. 4 Tahun 2022.

5. Bagian Administrasi dan Keuangan

Meskipun bukan tenaga kefarmasian, bagian ini memegang peran penting dalam mencatat transaksi keuangan, membuat laporan, dan mengelola pengeluaran harian. Apotek yang lebih besar biasanya memiliki staf khusus untuk bagian ini.

Namun dalam apotek kecil, posisi ini bisa dirangkap oleh PSA atau APA dengan bantuan sistem manajemen digital.

6. Petugas Gudang / Inventory

Petugas ini bertugas mengelola penyimpanan obat, menerima barang dari distributor, melakukan pengecekan stok, serta membantu proses stok opname. Di apotek kecil, posisi ini biasanya dirangkap oleh TTK.

Namun penting untuk tetap mendokumentasikan aktivitasnya agar tidak terjadi kesalahan pencatatan yang berdampak pada pengadaan dan laporan keuangan.

7. Kasir / Frontliner

Petugas kasir atau layanan pelanggan bertugas melakukan input penjualan, membantu pencatatan transaksi, dan melayani pasien umum. Mereka bukan tenaga kefarmasian, tapi tetap wajib mendapat pelatihan dasar tentang komunikasi pelayanan dan etika di apotek.

Tips Menyusun Struktur Organisasi yang Efektif

  • Sesuaikan dengan kapasitas operasional apotek (jangan memaksakan terlalu banyak posisi)

  • Gunakan software manajemen untuk menyederhanakan pencatatan tugas dan laporan

  • Buat SOP (Standard Operating Procedure) untuk tiap fungsi kerja

  • Evaluasi struktur secara berkala, terutama jika omzet atau jumlah pelanggan meningkat

  • Pastikan semua staf memahami batas tanggung jawab dan alur pelaporan

Solusi Digital untuk Mempermudah Pengelolaan

Membuat struktur organisasi yang rapi hanyalah langkah awal. Tantangannya adalah bagaimana memastikan semua berjalan sesuai fungsi, semua aktivitas tercatat, dan semua laporan bisa dipantau dengan mudah.

Di sinilah peran software apotek sangat dibutuhkan. Dengan sistem digital yang terintegrasi, kamu bisa:

  • Menyusun hak akses per staf sesuai perannya (kasir, TTK, apoteker)

  • Memantau transaksi, pembelian, dan stok secara real-time

  • Membuat laporan keuangan dan audit kasir otomatis

  • Mengurangi potensi kesalahan dan meningkatkan efisiensi kerja tim

Dengan manajemen berbasis sistem, struktur organisasi apotek tidak hanya jadi formalitas di dinding, tapi benar-benar bekerja untuk mendukung kesuksesan apotekmu.

Referensi :


Vmedis – Software Apotek Anti Bocor Terbaik. Yuk, Daftar Demo Aplikasinya Gratis!
Cek Juga Testimoni dari Ratusan Apotek Klinik di seluruh Indonesia

//
Kami ada untuk membantu Anda, silakan tanya apa saja!
👋 Hi, ada yang ingin ditanyakan tentang aplikasi kami?